Suara Merah Putih News // Semarang – Dalam rangka memperkuat sistem perlindungan anak di daerah, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan UNICEF Indonesia menggelar Pelatihan Sistem Perlindungan Anak (SPA) di Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini berlangsung selama empat hari, mulai 25 hingga 28 Mei 2025, bertempat di Hotel Metro Kota Semarang.
Pelatihan ini menjadi wujud nyata komitmen nasional dalam mengutamakan perlindungan anak sebagai bagian penting dari pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Kegiatan diikuti oleh tujuh kabupaten/kota, yakni Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Wonosobo, Klaten, Sragen, Blora, dan Rembang, serta melibatkan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti Bappeda, Dinas PPA, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Diskominfo, DPMD, dan organisasi masyarakat seperti Yayasan Setara dan LPA Klaten.

Dukungan Nasional dan Internasional
Acara ini dibuka oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Dra. Ema Rachmawati, M.Hum. Ia menyampaikan keprihatinan atas tingginya kasus kekerasan terhadap anak. Data tahun 2024 mencatat 1.349 kasus kekerasan terhadap anak, dengan 46,6% di antaranya adalah kekerasan seksual, dan hingga Mei 2025, sudah tercatat 253 kasus baru. Selain itu, angka perkawinan anak juga tinggi, mencapai 7.903 kasus, dengan Kabupaten Grobogan sebagai penyumbang tertinggi.
“Perlindungan anak harus menjadi kerja bersama semua sektor, semua OPD, harus terlibat aktif, sinergi, koordinasi lintas sektor adalah kunci” tegas Ema.
Acara ini juga dihadiri secara langsung oleh Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah, Harso Susilo, ST., MM., serta secara daring oleh pejabat nasional, antara lain Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Bapak Pribudiarta Nur Sitepu, Direktur Keluarga, Pengasuhan, Perempuan dan Anak Bappenas, Ibu Qurrota A’yun, dan Child Protection Specialist UNICEF Indonesia, Ibu Astrid G. Dionisio.
Dalam sambutannya, Qurrota A’yun menegaskan bahwa Sistem Perlindungan Anak (SPA) kini menjadi prioritas nasional dalam RPJMN 2025–2029, terutama di Prioritas Nasional 1 dan 4. Ia menekankan bahwa SPA perlu diinternalisasi dalam dokumen perencanaan dan penganggaran, tidak hanya sebagai program, tetapi sebagai kerangka kerja jangka panjang.
“Ini bukan hanya tanggung jawab Dinas PPP atau Dinsos, tapi seluruh sektor dari pusat hingga desa harus berkontribusi aktif dalam perlindungan anak” ujarnya”
Sementara itu, Pribudiarta Nur Sitepu menambahkan bahwa sistem perlindungan yang kuat akan menjamin hak-hak anak terpenuhi dan mereka terlindung dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi.
“jika SPA dijalankan dengan baik, maka anak-anak Indonesia bisa tumbuh dengan aman dan bermartabat” tegasnya.
Astrid G. Dionisio dari UNICEF menekankan pentingnya memperkuat pencegahan kekerasan, operasionalisasi UPTD PPA dengan dukungan anggaran yang memadai, serta mengintegrasikan SPA ke dalam perencanaan pembangunan daerah.
“Kita berharap tidak ada anak yang tertinggal, bukan hanya di Jawa Tengah, tetapi di seluruh Indonesia” katanya.
Komitmen Bersama untuk Masa Depan Anak Indonesia
Pelatihan ini bertujuan membangun pemahaman dan komitmen lintas sektor dalam perlindungan anak di daerah, serta memperkuat kapasitas fungsional perencana untuk memasukkan SPA dalam sistem perencanaan dan penganggaran daerah.
Melalui kegiatan ini, diharapkan Sistem Perlindungan Anak tidak hanya menjadi kebijakan, tapi menjadi gerakan bersama, lintas sektor dan lintas wilayah, dalam mewujudkan Indonesia yang ramah dan aman bagi anak-anak.
Hidayatus Solichah, LPA Klaten