suaramerahputih.id // Tulungagung – Emang kurang ajar! Tim 4welas ini kekompakannya memang gak ada obat. Bayangkan saja, malam-malam tanpa jadwal camping, mereka malah bikin acara ngopi bareng ala-ala “rapat akbar” di emperan Pasar Wage Tulungagung.
Kopi hitam kental khas Tulungagung tersaji di cangkir kecil. Tapi jangan salah, walau wadahnya kecil, efeknya bisa bikin mata melek semalaman. Mas Mul seperti biasa tampil bak “komedian panggung”, celotehannya ngalor-ngidul, entah fakta entah karangan bebas—yang penting bikin tawa meledak.
Obrolan makin seru, candaan makin ngawur, tapi tak ada satu pun yang kepikiran untuk bubar. Bayangkan, hanya modal kopi sepuluh ribu, mereka bisa betah nongkrong sampai bokong serasa lengket di tikar. Panas? Ah, siapa peduli. Rasanya malah kayak sedang menonton dalang pewayangan: satu bicara, yang lain ketawa ngakak tanpa jeda. Malam pun larut, tapi Tim 4welas tetap heboh, seolah dunia hanya milik mereka.
Di sudut Pasar Wage Tulungagung, ada sekumpulan orang yang bikin pedagang sayur sampai geleng-geleng kepala. Itulah Tim 4welas, tim dengan semangat solidaritas setingkat “Avengers” tapi spesialis di bidang ngopi.
Malam itu, tanpa agenda penting, mereka menggelar “konferensi tikar lesehan” ditemani kopi hitam yang pekatnya bisa bikin sendok berdiri. Mas Mul, tokoh andalan, kembali unjuk gigi dengan lawakan absurd. Ceritanya kadang setengah benar, kadang setengah ngawur, tapi hasilnya seratus persen bikin perut kaku menahan tawa.
Semakin malam, candaan makin tak terkendali. Bukan pulang yang diingat, tapi siapa yang bisa bikin jokes paling ngawur. Dan anehnya, hanya dengan kopi 10 ribu, mereka bisa duduk anteng sampai pagi, seperti punya saham di warung itu.
Kalau ada lomba “ngopi terlama tanpa pindah posisi”, jelas Tim 4welas jadi juara. Bokong panas? Anggap saja latihan yoga. Yang penting, tawa terus meledak sampai ayam jago di pasar ikut bingung: ini orang-orang kok belum juga bubar?