suaramerahputih.id // Tulungagung – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menjerat seorang kepala sekolah dan bendahara di Kabupaten Ponorogo kembali mengguncang dunia pendidikan. Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi publik, sekaligus menegaskan rapuhnya sistem pengawasan penggunaan anggaran pendidikan di tingkat satuan sekolah.
Dana yang sejatinya ditujukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan memperluas akses pendidikan, justru dijadikan ajang memperkaya diri oleh oknum tak bertanggung jawab.
Ironisnya, praktik serupa bukan kali pertama terjadi. Meski Inspektorat Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara rutin melakukan audit, penyimpangan kerap lolos karena dibungkus rapi dalam laporan administratif. Celah semacam ini muncul akibat lemahnya transparansi serta minimnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana publik di sekolah.
“Korupsi di sektor pendidikan bukan sekadar soal kehilangan uang, tapi pengkhianatan terhadap masa depan bangsa,” tegas Topan Kristiantoro, Ketua LSM IMI sekaligus anggota Insight Hunter. “Ketika dana BOS diselewengkan, yang dicuri bukan hanya angka di APBN, tapi juga harapan anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.”
Penyimpangan yang Berulang
Sejumlah komponen penggunaan dana BOS diketahui paling rawan disalahgunakan. Mulai dari pengadaan buku perpustakaan yang fiktif atau dimark-up, pembelian perangkat komputer dan alat praktik dengan kualitas di bawah standar, hingga honorarium tenaga non-PNS yang tidak transparan. Tak jarang pula ditemukan laporan kegiatan siswa dan pelatihan guru yang hanya ada di atas kertas.
Lebih memprihatinkan lagi, beberapa lembaga pendidikan berani menggunakan dana BOS untuk pembangunan fisik, padahal aturan tegas melarang hal itu. Fenomena ini memperlihatkan bahwa integritas sebagian pengelola sekolah masih jauh dari nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab moral.
Dorongan Transparansi dan Akuntabilitas
Menanggapi persoalan tersebut, LSM IMI bersama Insight Hunter mendesak agar setiap sekolah di Tulungagung dan sekitarnya menerapkan keterbukaan informasi publik terkait penggunaan dana BOS. Masyarakat berhak mengetahui arah dan realisasi penggunaan anggaran tersebut.
Laporan realisasi keuangan tidak cukup hanya dikirim ke pemerintah, tetapi juga perlu dipublikasikan secara terbuka di lingkungan sekolah dan kanal digital resmi.
“Sekolah yang transparan akan mempersempit ruang bagi praktik curang. Tidak ada alasan untuk menutup-nutupi uang rakyat,” tambah Topan.
Pendidikan Bersih untuk Masa Depan Bangsa
Korupsi di dunia pendidikan merupakan kejahatan moral yang menggandakan luka: mencuri uang negara sekaligus mencuri masa depan generasi penerus. Dunia pendidikan semestinya menjadi benteng moralitas dan integritas, bukan lahan subur bagi perilaku menyimpang.
Karena itu, seluruh kepala sekolah, bendahara, dan pengelola lembaga pendidikan di Tulungagung diimbau untuk mengelola dana BOS dengan hati nurani, bukan dengan ambisi pribadi.
Mari bersama mewujudkan pendidikan yang bersih, jujur, dan bermartabat — sebab masa depan bangsa tidak boleh dibangun di atas pondasi kebohongan dan korupsi. DN97-Red


