Thursday, July 3, 2025
27.2 C
Tulungagung
27.2 C
Tulungagung
Thursday, July 3, 2025
spot_img

Bahaya Hoak Dan Fitnah Dalam Politik, Oleh : Noorhaidi Hasan, Guru Besar Islam Politik Dan Rektor UIN Sunan Kalijaga

Suara Merah Putih News // YOGYAKARTA – Dalam dunia politik yang dinamis, hoaks dan fitnah kerap digunakan untuk menjatuhkan lawan atau merusak reputasi seseorang. Praktik ini tidak hanya merugikan individu yang menjadi sasaran, tetapi juga mencederai nilai-nilai demokrasi dan keadilan.

Salah satu contoh terbaru adalah tuduhan tidak berdasar sekelompok pendemo dari Aliansi Pemuda Lintas Agama, Masyarakat Anti Pelecehan, dan Aliansi Pemuda Islam Nusantara, terhadap Menteri Agama, Nasaruddin Umar, dalam aksi demonstrasi di Halaman Kantor Kemenag Jakarta pada 24 Maret 2025 lalu.

Alih-alih merespons demonstrasi tersebut dengan konfrontasi atau tindakan hukum, Menag memilih untuk memaafkan para pendemo. Ia menerima koordinator aksi yang meminta maaf dan menunjukkan sikap bijaksana dalam menghadapi dinamika politik yang sering kali penuh intrik dan provokasi.

Nasaruddin Umar dikenal sebagai figur yang berkomitmen tinggi dalam memberantas korupsi di lingkungan Kementerian Agama. Sejak awal masa jabatannya, ia menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik.

Baca Juga  Kawuk, Si Kopiah 50 Cm : Aktivis, Tukang Sembelih, Tukang Ngakak, Dan Calon Presiden Karang Taruna

Salah satu langkah konkret yang diambilnya adalah melaporkan penerimaan barang yang diduga sebagai gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada November 2024. Tindakan ini menegaskan dedikasinya dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Keteladanan Menteri Agama
Sikap Nasaruddin Umar dalam menghadapi fitnah mendapat apresiasi luas. Akademisi dari berbagai kampus menilai pendekatan humanis yang ditunjukkannya sebagai bentuk kepemimpinan yang patut dicontoh, yang menunjukkan ketenangan, kedewasaan, dan kebijaksanaan.

Pilihannya untuk memaafkan para pendemo jelaslah menunjukkan ia lebih mengutamakan dialog dan rekonsiliasi daripada reaksi emosional atau tindakan represif. Dengan memberikan ruang bagi perbedaan pendapat, ia sekaligus menegaskan pentingnya demokrasi yang sehat, di mana kritik dan aspirasi masyarakat tetap dihormati tanpa harus berujung pada permusuhan.

Pendekatan Menag Nasaruddin Umar ini tidak hanya meredam ketegangan tetapi juga menjadi teladan bagi pemimpin lain dalam menghadapi tantangan politik dengan kepala dingin dan nilai-nilai moral yang tinggi. Dengan mengedepankan integritas, transparansi, dan kebijaksanaan, ia menunjukkan bahwa nilai-nilai luhur dapat tetap dijunjung tinggi meskipun di tengah tekanan dan tantangan. Semoga sikap seperti ini menginspirasi kita dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

Baca Juga  Diam-Diam Nikah Siri, Seorang PNS Diduga Langgar Aturan Kepegawaian

Kasus yang dialami Nasaruddin Umar merupakan pengingat bagi kita semua untuk selalu menjaga etika dalam politik. Fitnah dan tuduhan tanpa dasar tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak tatanan sosial serta kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan. Diperlukan kesadaran kolektif untuk mengedepankan dialog yang konstruktif dan menjauhi praktik tidak etis dalam berpolitik.

Membangun Politik Berkeadaban
Politik seharusnya menjadi ruang untuk membangun keadaban dan memperjuangkan gagasan demi kepentingan masyarakat. Namun, ketika fitnah dijadikan alat politik, nilai-nilai luhur justru terdegradasi. Tuduhan tanpa bukti bisa menghancurkan reputasi seseorang, meskipun pada akhirnya terbukti tidak bersalah.

Sayangnya, masyarakat yang sudah terpengaruh fitnah sering sulit menerima kebenaran karena opini telah terbentuk melalui propaganda yang masif. Dampak fitnah meluas hingga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi, pemimpin, dan proses politik. Demokrasi menjadi rapuh karena kehilangan kepercayaan publik sebagai pondasi utamanya. Ketika rakyat apatis terhadap integritas pemimpin dan keadilan, krisis legitimasi dapat membuka peluang bagi radikalisme, populisme berlebihan, atau bahkan anarki.

Baca Juga  Pamter PSHT : Garda Terdepan Penjaga Marwah Persaudaraan

Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat termasuk politisi, aktivis, dan media untuk mengedepankan etika dalam berpolitik. Kritik harus didasarkan pada data dan fakta, bukan sekadar tuduhan tanpa bukti. Penegakan hukum yang adil juga diperlukan agar fitnah tidak menjadi budaya yang terus diwariskan. Jika fitnah terus dibiarkan menjadi alat politik yang dianggap wajar, maka masa depan demokrasi dan moralitas bangsa akan semakin tergerus.

Pewarta : M. Sinung Restendy

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Hot

Semangat Sehat Bersama TP PKK Desa Kendal, Senam Rutin...

Suara Merah Putih News // Tulungagung – Suasana penuh semangat dan kebersamaan terlihat setiap hari Minggu sore di aula Balai Desa Kendal, Kecamatan Gondang,...

Polres Tulungagung Tangkap Sekelompok Remaja Penerbangan Balon Udara Liar...

Suara Merah Putih News // Tulungagung, 7 Juni 2025 — Aksi cepat dilakukan Kapolres Tulungagung, AKBP Muhammad Taat Resdi, saat sedang berolahraga pagi. Ketika...

Polsek Pagerwojo Gelar Tasyakuran Hari Bhayangkara Ke – 79,...

Suara Merah Putih News // Tulungagung – Dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara ke-79, Polsek Pagerwojo menggelar acara tasyakuran yang dilaksanakan pada Selasa, 1 Juli...

Ketua Komisi B DPRD Tulungagung Apresiasi Pesta Rakyat UMKM...

Suara Merah Putih News // Tulungagung – Ribuan warga tumpah ruah memenuhi kawasan Taman Nol Kilometer Alun-Alun Kabupaten Tulungagung, Minggu pagi, 25 Mei 2025,...

Tragis, Pemuda Di Tulungagung Ditemukan Meninggal Gantung Diri Di...

Suara Merah Putih News // Tulungagung – Peristiwa tragis kembali terjadi di Kabupaten Tulungagung. Seorang pemuda bernama Randi Kukuh Bowo Laksono (24), warga Kelurahan...